nusakini.com--Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri akan mendorong negara-negara ASEAN untuk menghasilkan instrumen yang mengikat mengenai perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran pada Pertemuan Retreat Menteri Tenaga Kerja se-ASEAN yang akan diselenggarakan di Davao City, Filipina, pada 20-21 Februari 2017. 

Pertemuan tingkat menteri di awali dengan pertemuan tingkat pejabat Senior. Pertemuan tersebut mempersiapkan materi reatreat tingkat menteri. Beberapa isu diangkat pada level pejabat senior, yakni mendiskusikan bentuk dokumen Instrumen perlindungan pekerja migran serta cakupan dokumen.  

Sebagaimana diketahui, dialog mengenai perlindungan pekerja migran di ASEAN ini sendiri belum mencapai konsensus, meskipun ASEAN Committee of Migrant Workers (ACMW) telah menyelenggarakan 15 putaran perundingan sejak tahun 2009 dikarenakan adanya perbedaan kebijakan masing-masing negara.

Pertemuan ACMW itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan ASEAN Summit ke-12 di Cebu, Filipina pada tahun 2007 yang melahirkan Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak-hak Pekerja Migran atau lebih dikenal dengan sebagai Deklarasi Cebu.  

“Indonesia yang faktanya banyak menempatkan tenaga kerjanya ke luar negeri (sending country), dan sejak awal sangat concern terhadap perlindungan hak-hak pekerja migran, termasuk anggota keluarganya,” tegas Menaker M Hanif Dhakiri dalam keterangan persnya di Jakarta (19/2) sesaat sebelum berangkat ke Davao, Philipina.  

Belum disepakatinya instrumen tersebut disebabkan antara lain: pertama, masih diperdebatkannya mengenai status instrumen perlindungan itu, apakah nantinya mengikat atau tidak untuk negara ASEAN; kedua, pembahasan cakupan anggota keluarga pekerja migran dan ketiga, masih didiakusikannya terkait dengan status undocumented. Terhadap isue undocumented serta anggota keluarga bagi pekerja migran, sebagian besar anggota SOM menyepakati yang akan tetap mengacu pada Cebu declaration.  

Selain itu terdapat permasalahan yang sulit untuk disepakati, yaitu terkait definisi dan ruang lingkup dari pekerja migran. Bahwa dasar pembentukan instrumen perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran merupakan amanat dari Deklarasi ASEAN mengenai Perlindungan dan Pemajuan Hak Pekerja Migran.  

“Pemerintah Republik Indonesia (Pemri) berprinsip agar status instrumen ASEAN tersebut nantinya akan mengikat , sehingga memiliki landasan hukum yang jelas. Selain itu Pemri juga mendesak agar cakupan perlindungan menjangkau pekerja migran, termasuk anggota keluarganya," terang Maruli A Hasoloan Direktur Jenderal Binapenta dan PKK yang telah lebih dulu hadir di Davao, Philipina untuk mengikuti pertemuan Pejabat Senior Ketenagakerjaan atau SLOM (Senior Labour Officials’ Meeting).  

Selanjutnya, Pertemuan Retreat akan difokuskan pada pembahasan /diskusi mengenai isu status instrument, perlindungan hak-hak pekerja migran serta perlindungan untuk anggota keluarga pekerja migran yang ikut tinggal di negara penempatan, dan juga mendiskusikan langkah-langkah selanjutnya yang harus ditempuh untuk penyelesaian penyusunan instrumen tersebut.  

“Diharapkan hasil dari pertemuan Retreat nanti, akan memberikan arahan konkret bagi Komite ACMW untuk dapat melanjutkan penyelesaian pembahasan draft instrumen ASEAN, mengingat pekerja migran selama ini hak-haknya tidak terlindungi dan menjadi korban. Disamping itu, hak-hak anggota keluarganya untuk mendapatkan/memperoleh akses di bidang pendidikan dan kesehatan di negara penempatan selama ini juga sangat sulit didapatkan, dan bahkan mereka mendapatkan perlakuan yang tidak adil,” ungkap Maruli  

Oleh sebab itu, Pemri akan terus memperjuangkan isu-isu tersebut, yang dalam proses perundingan selama ini menjadi masalah/isu utama yang diperdebatkan oleh Sending dan Receiving Countries di ASEAN. (p/ab)